Andai Pulau Rote ada di Dekat Bali
Kapal feri cepat lepas jangkar dari
Pelabuhan Tenau Kupang pukul 09.00 Wita. Namun baru sekitar 45 menit
berlayar, di sekitar perairan Pulau Semau, kapal diguncang pusaran arus
kuat yang berputar-putar seperti puting beliung.
Pusaran itu terjadi karena pertemuan
arus laut Samudera Hindia, Laut Timor dan Laut Sawu. Itulah arus
Pukuafu, arus laut yang sudah menelan banyak korban jiwa dan harta
benda. Tiga tahun silam, sebuah kapal feri dihempas Pukuafu, ratusan
penumpang dan muatannya tumpah ke dasar laut.
Meskipun Pukuafu sering membuat
penumpang kapal feri menahan napas, bagi mereka yang suka berpetualang,
diguncang pusaran arus laut menjadi tantangan nan mengasyikan. Apalagi
setelah lepas guncangan pusaran Pukuafu, mereka segera disuguhi pesona
pantai Pulau Semau yang teramat elok. Pantai Semau merupakan pantai
berkarang terjal di bagian utara dan selatan. Terdapat pula atol, pulau
karang yang berlatar hutan bakau yang menghijau di bagian timur Rote.
Pelayaran lebih santai ketika menyusuri
Pantai Baru di mana terdapat pelabuhan penyeberangan, namun kapal feri
cepat tidak berlabuh di Pantai Baru. Setelah satu setengah jam berlayar
menembus arus Pukuafu yang ganas, lalu menyusuri pulau-pulau indah di
wilayah paling selatan Indonesia itu, kapal feri akan merapat di Dermaga
Ba’a, ibukota Kabupaten Rote Ndao.
Sepanjang pantai Ba’a, hutan bakau
terbentang bagaikan sabuk hijau yang memanjang, menutupi pulau bertanah
kapur itu. Di bagian tertentu, sabuk hijau itu berselang-seling dengan
pantai berpasir putih dan bukit-bukit kecil menyerupai pulau mini yang
menjorok ke laut. Atol-atol berserakan di sana-sini.
Atol-atol itu, seperti nyaris terputus
dihantam gelombang. Hantaman ombak membuat atol-atol menjadi seperti
payung, tampak cantik, apalagi ketika ombak-ombak itu membentuk buih
putih di sekitarnya. Di bagian kiri Dermaga Ba’a, ada pantai yang
mendangkal karena proses sedimentasi yang terjadi selama ratusan tahun.
Pantai itu ditumbuhi anakan bakau.
Sementara di bagian kanan, tampak Kota
Ba’a dengan kawasan pertokoan yang membelakangi laut. Nun jauh di sana
tampak Batu Termanu, pantai sekaligus bukit kecil yang membentuk tanjung
yang kabarnya menyimpan misteri tentang kekuatan Pulau Rote.
Dari Batu Termanu Pulau Rote terlihat
sangat memesona. Di sisi kiri bukit Termanu dengan pantai berpasir
coklat, ada penginapan cukup mewah. Dari sisi ini, pelancong bisa
menyaksikan matahari tenggelam utuh tanpa penghalang hingga ke kaki
langit barat.
Ketua DPRD NTT, Ibrahim Agustinus Medah,
yang juga putra Rote itu, amat suka menyaksikan “sun set” dari tempat
ini. Ia yang berkunjung bersama rombongan yang mengunjungi Rote pekan
lalu, selalu menyempatkan diri menyaksikan pesona mentari tenggelam dari
Batu Termanu, setiap kali singgah di Rote.
Kuta-nya Rote
Selain Dalam Batu Terman, di tepian Rote
Ndao juga ada pantai tersohor hingga ke mancanegara; Nembrala. Nembrala
disebut-sebut sebagai Kuta-nya Pulau Rote, yang memiliki hamparan pasir
putih sejauh mata memandang, ke timur maupun ke barat, bahkan di
perkampungan yang ditumbuhi nyiur, pasir putih terus menghampar.
Pengunjung pasti akan dibuat berdecak
kagum. Sepanjang pantai kini juga telah terbangun hotel dan restoran,
yang kebanyakan di didatangi wisatawan mancanegara dan hanya sedikit
wisatawan domestik.
Rombongan DPRD NTT juga singgah di pasir
putih di Nembrala itu. Mereka menyaksikan sejumlah turis asing yang
tengah asyik berselancar. Tak jauh dari pantai sebuah kapal pesiar
tengah lego jangkar dan para awaknya menikmati keindahan ombak yang
bergulung-gulung.
Semakin ke timur, pesona pantai semakin
menggoda. Bo’a namanya, pantai tempat para peselancar dunia biasa
mengikuti lomba tingkat internasional.
Hanya sekitar dua tiga mil dari Pantai
Bo’a, tampak Pulau Ndana, pulau yang semuanya berpasir tetapi hijau,
tempat di mana satu peleton pasukan Marinir TNI Angkatan Laut mengawal
bangsa dari arah selatan.
Selain pasir putih yang menggoda, di
Pantai Bo’a juga ada atol. Di bukit inipun sudah ada orang “bule”
membangun penginapan di tengah hutan dan jika tertarik, bisa menyeberang
ke Pulau Ndana, di sana ada banyak rusa Timor yang dilindungi,
sekaligus menjadi markas TNI AL mengawal bangsa.
Pengunjung juga bisa melanjutkan
petualangan ke Oeseli, yang jaraknya hanya sekitar tiga kilometer dari
Bo’a. Di sepanjang jalan menuju Oeseli itu, dijumpai banyak bukit karang
yang ditumbuhi pohon kerdil, sehingga tampak seperti taman bonsai,
hingga akhirnya menjumpai pantai Oeseli yang memiliki sebuah gerbang
besar dari bukit batu cadas.
Bukit batu cadas itu, membentuk sebuah
gerbang besar untuk mengintip wilayah selatan. Di seberang selatan
Oeseli tampak Pulau Ndana yang segar menghijau. Pulau Ndana, adalah
pulau paling selatan Indonesia, jaraknya hanya 70 mil dari gugusan Pulau
Pasir, teritori Australia.
Di Oeseli, hutan batu karang yang
berjejer di sepanjang pantai, kabarnya menjadi tempat kaum muda Rote
menghabiskan akhir pekan atau mengisi masa liburan. “Di Rote banyak
sekali tempat indah, sayang tempat-tempat ini jauh dari Bali,” kata
anggota DPRD NTT dari Rote, Somy Pandie.
Pemandangan indah, tak hanya di Ba’a,
Batu Termanu, Nembrala, Pantai Bo’a dan Oeseli, tetapi masih banyak
tempat lain, baik di pantai selatan maupun utara.
Seorang warga Kota Kupang, Stef Taluta,
menyatakan pantai indah itu adalah anugerah terpendam di pulau Rote.
Jika Rote ini letaknya di dekat Bali, pasti turis asing akan saling
berebut.
No comments:
Post a Comment